Penulis: Sabpri Piliang – Wartawan Senior
Jakarta, Media-profesi.com – “Pergi ke Bulan? Itu sasaran gila”! Presiden Amerika Serikat (AS) John Fitzgeral Kennedy (JFK) diingatkan oleh mantan Penasihat Keamanan Nasional AS, McGeorge Bundy. “Once upon a Time”, antara 1961-1963.
Ke Bulan yang dinarasikan JFK, tak bisa diterima oleh George Bundy semasa JFK. Pergi ke tempat berjarak 400.000-an kilometer di ruang angkasa (240.000 mil), sesuatu hal yang muskil.
Gagasan yang disebut George Bundy sebagai “aneh”, akhirnya dimenangkan oleh John F. Kennedy. Juli 1969, Neil Armstrong, Edwin Aldrin, dan Michael Collins mendarat di bulan dengan kendaraan Apollo 11 milik Badan Antariksa Amerika Serikat (National Aeoronautics and Space Administration/NASA).
Dengan waktu tempuh 75 jam dan 50 menit (tiga hari, tiga jam, 50 menit), Neil Armstrong menginjakkan kaki ke permukaan bulan. Cukup tiga hari mencapai bulan, dengan kecepatan per jam Apollo 24.500 (40.000-an Km/jam).
Misi yang disebut “gila” ini, dua tahun kemudian dilanjutkan David Scott dan James Irwin (Apollo 15). Ide yang awalnya disebut George Bundy sebagai muskil, menjadi “habit”. Uni Soviet, India, dan China mengikuti jejak AS. Ruang angkasa, menjadi hal lumrah.
“Kegilaan” yang muskil dan tak masuk akal, kini terjadi lagi. Ber “angle” lain. Timur Tengah yang panas sejak serangan “Banjir Al Aqsa” Hamas ke dalam wilayah pendudukan Israel, menuju titik kulminasi. “On the Way” (Otw).
Keheranan George Bundy terhadap ide John F. Kennedy, senada dengan keheranan 194 anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) saat ini. Sudah di luar batas ‘fatsoen’ politik, dan pergaulan antar-bangsa.
Mengejutkan dan di luar nalar. Sekretaris Jenderal (Sekjen PBB) Antonio Gutteres di “persona non grata”-kan oleh Menlu Israel, Israel Katz, dan dilarang memasuki wilayah Israel untuk kepentingan apa pun. Termasuk kepentingan sebagai penengah perdamaian.
Asumsi Antonio Gutteres tidak mengutuk serangan rudal Iran kepada Tel Aviv. Itulah pijakan Menlu Israel Katz (1/10) untuk melarang Antonio Gutteres memasuki Israel. Israel sendiri adalah anggota penuh PBB yang diakui oleh 164, dari 194 negara anggotanya.
Sebagai simbol utama “paguyuban” masyarakat dunia, “peremehan” terhadap PBB, bisa sangat berbahaya. Titik puncak memarjinalkan PBB, membuat kawan-kawan Israel malah akan menjauh (kecuali AS). Tak ada lagi payung hukum perselisihan antar-bangsa. “Viviere pericoloso”. Dunia memasuki tahun berbahaya.
Tak satu pun “welfare state”, atau “nation state” yang menginginkan PBB bubar. Hanya karena membela satu negara. PBB telah banyak berperan dalam perdamaian dunia, dengan berbagai stratifikasi, dan kesulitan yang bervariasi. Masyarakat dunia akan mengatakan, ini “gila”.
Di tengah situasi yang sangat berbahaya dan multi-kompleks saat ini. Pilihannya hanya dua. Sikap AS memaksa Israel ke meja perundingan yang bermartabat, atau membiarkan eskalasi terus menjelang tanpa bisa dihentikan lagi. Hingga akhirnya fatalistik.
Menyalahkan Sekjen PBB Antonio Gutteres dilakukan, setelah menyalahkan badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNWRA). Sangat ‘hyperbol’, dan berlebihan. UNWRA yang dibentuk tahun 1949, dituding telah disusupi anggota Hamas. Analogi lain untuk untuk pembenaran, tewasnya 42.000-an sipil Palestina di Gaza, semata-mata untuk menyasar Hamas.
Israel, juga menuduh Mahkamah Internasional (International Court Justice), sebagai Lembaga yang anti-semit dan bias. Hal itu setelah ICJ memerintahkan penangkapan sejumlah pemimpin Israel (seperti dikutip “The Guardian”).
Tiga hal ini telah memberi stigma pada masyarakat dunia. Bahwa lembaga-lembaga dunia yang terhormat (PBB, UNWRA, ICJ), telah “dikangkangi”, dan tak berdaya menghadapi “keperkasaan” Israel. Modal dunia tinggal satu, meminta tolong kepada AS untuk bisa mengendalikan Israel. Sulit! Karena berkaitan dengan kuatnya diaspora Yahudi di AS.
Satu hal yang sangat berbahaya saat ini, adalah kemungkinan penggunaan senjata mematikan. Baik oleh Iran, maupun Israel. Kedua negara ini memiliki senjata nuklir.
Iran, seperti diakui oleh Badan Nuklir Internasional (IAEA), kini tengah memperkaya uranium hingga 60 persen. Jumlah itu, hanya sedikit di bawah level pembuatan nuklir ((hampir jadi). Apakah Israel akan menyerang?
Menyadari kepentingan geopolitiknya, Iran terus mengumpulkan cadangan uranium (bahan baku nuklir) dalam jumlah besar. Iran tahu sedang berhadapan dengan kekuatan “unlimited”, yang di sekitarnya penuh “ranjau”.
Sementara Israel, diperkirakan memiliki 90-an senjata nuklir dan Bom neutron yang mampu diluncurkan lewat: rudal, pesawat terbang, maupun kapal selam. Meskipun tidak membantah dan mengiyakan, diyakini Israel punya kemampuan itu.
Kemarahan Iran yang tartahan, sejak tewasnya jenderal-jenderal Iran oleh Israel dan AS: Jenderal Qasem Soleimani (tewas di Baghdad 2020), Brigjen Mohammed Reza Zahedi (Damaskus 2024), dan Brigjen Abbas Nilforoushan (Beirut 2024), tentu memunculkan satu tekad pembalasan dendam.
Balas dendam, yang dalam bahasa Persia (Iran) disebut “Inteqam” adalah satu keniscayaan. Meski istilah ini juga dipakai dalam bahasa Urdu dan Hindi, namun secara semantik, “inteqam” berasal dari rumpun bahasa Arab.
“Kegilaan” yang tak terbendung, bisa saja terjadi. Penggunaan rudal berhulu nuklir, dalam kondisi hilangnya kesabaran untuk menang, bukanlah hal yang muskil.
Berbicara dalam Forum G7 (Rabu lalu), seperti dilansir “Jerusalem Post”, Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengingatkan. AS tidak akan mendukung Israel dalam hal menyerang fasilitas (situs) nuklir Iran. AS nampaknya menyadari, situasi ini akan mendatangkan kenekadan Iran, dan mamaksanya menggunakan senjata pemusnah massal itu.
Sebagai hal komparatif, kesabaran AS terhadap provokasi Korea Utara selama ini, sangat dia jaga. Erat berkaitan dengan kenekadan Korea Utara menggunakan nuklir. Sebagai senjata terakhirnya (pamungkas). Seberapa kesalnya pun AS terhadap Korea Utara, AS tidak akan menyerang Kim Jong Un.
Sisi lain yang juga dikhawatirkan AS, bila Israel menyerang fasilitas “crude oil” (minyak mentah) Iran, maka akan membuat harga pasar goncang.
Iran yang stabil memproduksi “crude oil” 3.050.000 juta barel per day (Agustus 2023), kini mencapai 3.271.000 barel per day (Juli 2024). Dapat menggunakan Selat Hormuz untuk menyandera lalu lintas minyak menuju Asia dan Eropa.
Selat sepanjang 167 kilometer, dan lebar 39 kilometer (sempit) ini, terletak di cekungan: Iran, Uni Arab Emirate, dan Oman. Setiap harinya, tak kurang dari 17 juta barel minyak mentah (crude oil), melalui Selat Hormuz.
Menurut US Energy Information Administration”, setiap hari. Tidak kurang dari 15 kapal tanker besar yang melalui Selat Hormuz. Selat yang terletak antara Teluk Oman dan Teluk Persia ini, merupakan satu-satunya jalur untuk mengirim minyak keluar Teluk Persia.
Ada baiknya mengingat apa yang dipertanyakan oleh George Bundy kepada Presiden John F. Kennedy. Ada baiknya pula, menyimak ungkapan Presiden Amerika Serikat pertama George Washington (1732-1799). “Bersiap untuk Perang, adalah salah satu cara paling efektif untuk melestarikan perdamaian”.
Ancam-mengancam antara Iran dan Israel adalah pintu lebar, masuk dalam kubangan berdarah. Perang Dunia ke-3. Semua harus menghitung akibatnya.
Ekonomi, pendidikan, stabilitas regional, akan hancur bila dibiarkan Perang “gila” terjadi. Apalagi Israel telah menang banyak.
Kita berharap AS bisa menghardik Israel. Agar Iran mau melunak. Bila tidak, bukan mustahil Perang Dunia III (PD-3) dimulai dari sini. * (Syam/Pra) – Foto: Istimewa