Penulis: Sabpri Piliang – Wartawan Senior
Jakarta, Media-profesi.com – Berapa harga “crude oil” (minyak mentah) hari ini? 74,4 dolar AS (USD 74,4 per barel). Namun, siap-siaplah untuk kaget, seperti tahun 2008. Peristiwa enam belas tahun lalu, akan berulang.
Saat ekonomi AS dilanda krisis ‘supreme mortgage’. Harga minyak mentah menyentuh, hingga hampir USD 150 dolar (Juli 2008). Walau pada akhirnya, turun kembali di akhir Desember 2008, ke angka USD 96 dolar.
Krisis ekonomi dunia, sebagai akibat gagal bayar kredit rumah murah AS. Yang dampaknya meluas ke harga ‘crude oil’, hingga ‘peak’nya sepanjang sejarah. Membuat dunia “lintang pukang”. Panik!
Gejolak harga minyak mentah, yang sering dipengaruhi gejolak finansial dan geopolitik. Kini terjadi lagi. Serangan ratusan rudal Iran ke Tel Aviv (Ibukota Israel), menimbulkan kekhawatiran dan berimbas kepada kenaikan harga minyak dunia.
Timur Tengah yang merupakan titik sumbu abadi gejolak geopolitik. Tak pernah berhenti bergelora. Perang Hamas (Palestina) dan Israel yang besok berusia setahun, telah menyasar dan melebar ke Iran. Sang pemilik Selat Hormuz, koridor tunggal distribusi BBM ke Samudra Hindia, dan dunia.
Selat Hormuz adalah titik ekonomi paling terjepit, dalam konflik Iran-Israel. Titik paling krusial, dan sangat mempengaruhi fluktuasi perekonomian dunia. Partimbangan ini, sangat dihitung oleh AS sebelum menyerang Iran via ‘proxy’nya, Israel.
Serangan Israel atau AS ke Iran. Akan menggiring Iran menutup Selat sepanjang 167 kilometer, dan lebar terkecil 39 kilometer, serta terbesar 95 kilometer yang terletak antara Teluk Oman dan Laut Arab.
Hampir semua lintas kapal tanker yang ingin menuju Samudra Hindia, mesti melalui Selat Hormuz. Arab Saudi yang menguasai 16 persen cadangan minyak (crude oil) dunia, sangat bergantung pada Selat Hormuz.
Bukan hanya Arab Saudi, bila diambil secara keseluruhan regional Arab (jazirah), 25 persen “crude oil” dari negara kawasan Teluk (Gulf) dan Liga Arab, sangat bergantung pada keamanan lintas Selat Hormuz. Sehingga, setiap konflik yang berkaitan dengan Iran, negara para ‘mullah’ ini akan menggunakan “senjata” Selat Hormuz-nya.
‘Average’ (rata-rata), sekitar 17 juta barel minyak mentah (crude oil/per barel 159 liter), disalurkan ke luar Teluk Persia melewati saluran yang hanya bisa dilewati oleh dua kapal tanker berpapasan.
Kedalaman selat yang tidak merata, tidak memungkinkan 4-5 tanker lewat sekaligus melintas. Dari sinilah, 20 persen perdagangan minyak dunia, berasal. Bila dihitung dengan angka, setiap hari Selat Hormuz membawa “uang” senilai USD 1,2 milyar, setara crude oil.
AS, sekalipun “gimmick”nya marah atas serangan Iran ke Israel, sejatinya tidak akan melakukan serangan fatal ke Iran. AS akan mampu mengendalikan Israel dalam kasus konfliknya dengan Iran dengan lebih tegas, dan tidak serampangan.
Amerika Serikat (AS) dan Iran pernah bertempur sengit (April 1988) di sekitar Selat Hormuz, dengan sandi “Belalang Sembah”. Blokade Iran di Selat Hormuz, dianggap AS mengganggu kepentingan ekonomi, dan para mitranya.
Sempat terjadi insiden salah tembak di atas Selat Hormuz pada tahun yang sama (1988). Pesawat komersial Iran A300 (Air Iran) yang disangka jet tempur Iran, ditembak jatuh dan menewaskan 290 penumpangnya yang berkewarganegaraan Iran.
Kebutuhan “crude oil” AS yang sangat besarlah. Membuat negeri adidaya itu, punya kepentingan strategis di Selat Hormuz. AS sendiri memiliki cadangan minyak untuk 80 hari. Sementara produksi dalam negerinya, sekalipun mencapai 12 juta barel per hari. Tidaklah mencukupi.
AS tetap membutuhkan “crude oil’ dari Arab Saudi (, Irak, Kuwait, Uni Arab Emirate (UAE) dan lainnya. Kesemuanya harus melewati Selat Hormuz.
Produksi “crude oil” (minyak mentah) harian negara-negara Jazirah Arab: Arab Saudi (9-10 juta bph), Irak (4,2 juta barel per hari/bph), Kuwait (2,4 juta bph), Iran (3,2 juta bph), Uni Arab Emirat (2,95 juta bph), Qatar (595.000 bph), sangat bergantung pada Selat Hormuz.
Selat Hormuz yang relatif pendek, saat ini dikendalikan oleh tiga negara: Iran, Uni Arab Emirate (UAE), dan Oman. Dengan 20-30 persen konsumsi minyak dunia melalui Selat ini, sangat jelas cara apa pun akan dilakukan oleh Iran untuk menyandera negara-negara yang bersekutu dengan Israel.
Bagi Amerika Serikat, atau Israel, penghalang blokade Selat Hormuz tinggal pada Iran. Karena, tahun 2015, UAE-Israel telah membuka hubungan diplomatik hingga tingkat duta besar. UAE punya Kedubes di Tel Aviv (Mohammed Al Khaja), dan Israel punya kantor kedubes di Abu Dhabi (Amir Hayek).
Sementara dengan Oman, yang juga memiliki Selat Hormuz, Israel memiliki hubungan dagang terbatas dan tidak resmi. Oman tetap berpendirian, tak akan menormalisasi hubungan dengan Israel, hingga negara Palestina berdiri.
Meskipun begitu, Oman lebih pragmatis melihat peta geopolitik ketimbang Iran. Tahun 2018, PM Israel Benyamin Netanyahu sempat berkunjung ke Muskate (Ibukota Oman), bertemu dan terlibat pembicaraan dengan Sultan Qaboos. Saat Sultan meninggal 2020, Netanyahu mengucapkan duka cita.
Apa yang akan terjadi esok, lusa, atau tiga hari ke depan. Masih simpang siur. Israel sejauh yang dilihat para pengamat, selalu memberikan tanggapan lebih keras terhadap serangan yang dilakukan terhadapnya.
Situs berita Israel “Haaretz” mengatakan, Israel tengah mempersiapkan serangan besar ke Iran. Setelah serangan rudal Iran, ke Tel Aviv. Itu akan signifikan. Sebaliknya, bisa jadi Iran akan mendahului serangan itu lebih cepat.
Terlebih, setelah calon pengganti “proxy” Iran, dari Hassan Nasrallah ke calon Sekjen Hezbollah Hashem Safieddine diduga juga terbunuh oleh serangan Israel ke pinggiran Beirut (Jumat).
Bagaimana eskalasi selanjutnya? Apakah Israel atas dukungan penuh AS berani menyerang Iran, dengan konsekwensi Iran bakal menutup Selat Hormuz. Bagaimana kalkulasi AS dan Israel?
Risiko harga minyak pasti akan melonjak di atas 100 USD, dari angka 74 USD saat ini. Namun, tidak akan sampai seperti 2008 (USD 150).
Sebagai pengamat saya melihat, Iran akan mempertimbangkan hal lain. Karena, penutupan Selat Hormuz, akan berdampak pada negara Asia yang bukan musuh (sahabat) Iran. Seperti India dan China.
Meskipun bagi Iran, menutup Selat Hormuz telah menjadi candaan lelucon. “Menutup Selat Hormuz, akan lebih mudah dilakukan. Ketimbang minum segelas air”.
AS-Israel, dan Iran akan sama-sama terhitung. Tentunya, perdamaian dan mencari solusi komprehensif yang berhulu ke isu Palestina, menjadi pijakan solutif. * (Syam/Pra) – Foto: Istimewa