Penulis: Sabpri Piliang – Wartawan Senior
Jakarta, Media-profesi.com – Selagi tak ada “wasit” berkredibilitas, tak ada pelerai yang disegani, tak ada VAR (video assistant referee) yang akurat, seperti dalam permainan sepak bola. Konflik se-umur hidup Israel-Hezbollah, akan terus berlangsung.
Pemukulan ‘refree’ hingga pingsan oleh pemain (resolusi di-cuekin). Atau adu jotos antar-pemain (baca; Israel dengan: Hezbollah, Hamas, Houthi, Iran), terus akan berlangsung. Wasit yang hanya ingin memenangkan satu pihak. Wasit yang hanya mendesak perdamaian ‘un-fairplay’. Sama dengan menutup mata pada substansi apa yang menjadi inti konflik.
Perdamaian yang tidak ‘equal’. Hanya melahirkan perdamaian nisbi. Upaya melerai, hanya kepura-puraan belaka. Perdamaian yang digagas, adalah perdamaian berbau “pressure”, yang klausulnya akan mengalami stagnasi. Tak ada pilihan bagi yang diperlakukan tidak adil. Melawan, atau diam sama saja. Mati!
Kematian demi kematian para pemimpin Hezbollah, seperti terbunuhnya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hezbollah, Sayyed Hasan Nasrallah (kemarin). Bukanlah satu tragedi bagi Hezbollah. Nasrallah yang sangat “disayangi” Iran, adalah musibah kedua ‘tertinggi’ bagi Hezbollah, oleh serangan Israel.
Sekjen sebelum Nasrallah, Abbas Al-Musawi juga terbunuh oleh serangan Helikopter Israel (1992). Tewasnya Sekjen ke-2 (Sayyed Hasan Nasrallah Sekjen ke-3) waktu itu, mengundang reaksi keras dari Hezbollah. Menyerang dengan roket ke Israel, Hezbollah melanjutkan pembalasan.
Puncak pembalasan Hezbollah atas pembunuhan Sekjen ke-2 (Abbas Al-Musawi) oleh Israel. Adalah serangan bom bunuh diri (‘suicide’) pada kedutaan besar Israel di Buenos Aires (Argentina). Serangan yang menewaskan 29 orang ini, berlanjut dengan Bom bunuh diri (bom mobil) pada kedutaan Israel di Turki.
Israel versus Hezbollah, setelah kematian Nasrallah dan Musawi. Seperti dalam pertarungan “carok”, tak akan berhenti. Nyawa dibayar nyawa. Sampai “mati”, sampai darah berceceran di sepanjang aliran Sungai Litani. Membelah Lebanon sepanjang 140 kilometer. Sungai yang bermuara di Lembah Bekaa yang subur ini, adalah nafas bagi Hezbollah.
Banyak analis menduga. Pembalasan atas kematian Sayyed Hassan Nasrallah, akan bermodus sama dengan pembalasan atas kematian Sekjen terdahulu Abbas Al- Musawi. Harian “Jerusalem Post” (28/9) yang terbit di Israel, mensitir hal itu.
“Jerusalem Post” mengingatkan, satu unit rahasia Hezbollah yang disebut ‘Unit 910’, berhasil melakukan pembalasan atas kematian Abbas Musawi (32 tahun silam). Unit 910, atau bisa juga disebut “Unit Bayangan” atau “Unit Hitam”, selama ini beroperasi di: Afrika, Eropa, Amerika, dan Asia.
Unit elite dan rahasia (910) Hezbollah ini, mampu melakukan pembalasan terhadap komunitas Yahudi dan kepentingan Israel di seluruh dunia. Dalam waktu yang cepat.
Kekuatan intelejen Israel yang terkenal hebat, tentu tidak semudah mendeteksi pergerakan musuh-musuh Israel, di luar kawasan Timur Tengah. Israel lebih memahami peta geopolitik, serta jengkal demi jengkal tanah: Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Yaman, Irak, dan Iran. Ketimbang: Singapura, Filipina, Argentina, Papua Nugini, misalnya.
Ini menyangkut kedaulatan negara-negara sahabat Israel yang pastinya memiliki regulasi spesifik. Sehingga, statemen Kepala Staf Umum Pasukan Israel Herzi Halevi pasca kematian Sayyed Hasan Nasrallah. Bahwa Israel tahu cara menemukan musuh”, tentu tidak semudah untuk di luar kawasan regionalnya.
Unit 910, yang dikhususkan melakukan serangan Internasional, bersipat sangat rahasia. Bertarung dengan unit intelejen Israel, keduanya beradu gesit. Di bawah Komando Talal Hamiya yang juga dikenal sebagai Abu Jaafar, terkait erat dengan IRGC (Korp Garda Revolusi Iran), Unit ini dianggap sangat ketat menjaga operasinya.
Kematian Sayyed Hasan Nasrallah (2024), mengikuti kematian Abbas Al-Musawi (1992). Mungkin juga mengikuti para komandan-komandan Senior Hezbollah: Fuad Shoukr, Ali Kariki, bahkan berkait erat dengan kematian petinggi Hamas: Saleh Al-Aroury dan Ismail Haniyeh, lalu kematian siapa lagi? Hanya akan balas-membalas tiada henti. Di atas saya telah menyebut, “Carok”.
Teringat Barbara Ehrenreich dalam bukunya: “Bright-Sided: How The Relentless Promotion of Positive Thingking Has Undermined America”. Menceritakan tentang sejarah alternatif yang meliputi pembasmian kehidupan dan kebudayaan penduduk asli Amerika, saat Perang saudara dulu (1861-1865).
Apa yang menyeret Lebanon (Hezbollah), sebagai “causa prima” konflik Hamas-Israel, telah memusnahkan penduduk asli Gaza (Palestina). Bahkan juga memunahkan penduduk asli Lebanon di Lembah Beqaa (Lebanon Selatan).
Sayyed Hassan Nasrallah, petinggi pucuk Hezbollah, telah ‘pergi’. Apakah Hezbollah akan punah? Dulu ketika Abbas Al- Musawi terbunuh (1992), banyak yang mengira Hezbollah akan tereliminasi secara organisasi. Ternyata tidak. Ideologi pembebasan hampir nihil untuk punah, karena ada cita-cita di dalamnya.
Sejak berdiri pasca Perang saudara Lebanon (1982), Hezbollah memiliki tiga Sekretaris Jenderal (Sekjen). Dari ketiganya, yang “selamat” dari kematian pemboman Israel, hanya Subhi al-Tufayli (Sekjen pertama). Menjabat hanya dua tahun (1989-1991). Dia lalu diberhentikan dari Hezbollah. Pandangannya, agar Hezbollah menjauh dari Iran, membuat dia tersungkur.
Dalam hitungan jam, calon Sekjen ke-4 Hezbollah telah terilis. Kepala Dewan Eksekutif Hezbollah, Hashem Safieddine yang juga sepupu Nasrallah, dianggap menjadi suksesor serta pewarisnya. Tentu saja, pengaruh Iran akan menentukan, apakah Hashem yang terpilih?
Siapa pun yang terpilih, kebijakannya akan sama. Israel akan tetap menjadi musuh abadi Hezbollah, sampai Kemerdekaan Palestina benar-benar ter-implementasikan. Hezbollah sangat kukuh membela perjuangan rakyat Palestina.
Teringat filosofi Al Ghazali(1058-1111). “Kematian senantiasa menanti kedatangan seseorang. Jadikan kematian, hanya sebatas badan. Karena, pada dasarnya liang kubur adalah tempat tinggal yang sesungguhnya”.
Apakah Hezbollah berpandangan begitu? Wallahuallam. * (Syam/Wah) – Foto: Istimewa