Penulis: Sabpri Piliang – Wartawan Senior
Jakarta, Media-profesi.com – Imbang melawan Arab Saudi dan Australia. Adalah aset dan kapital yang paling berharga untuk mewujud mimpi ke “Word Cup”. Hasil ini, setidaknya membuat lawan berikut, berhitung dengan kekuatannya.
Menjadi bagian, dari 48 tim yang akan berkontestasi di ‘World Cup’ 2026 (AS, Kanada, Meksiko), adalah impian paling ‘primitip’ dan tertua, yang belum pernah dicapai sekalipun. Dalam label Indonesia.
Aset dan mimpi ‘primitip itu, dapat menjadi ‘benchmarking’ (tolok ukur) saat bertandang ke kandang Bahrain (Manama), dan China (Qingdao) di ‘match’ ke-3, dan ‘match’ ke-4, 10 Oktober dan 15 Oktober mendatang. Secara mental dan psikologis, ujian bertandang di kandang ‘musuh’, telah dilalui saat beranjangsana ke markas Arab Saudi (leg 1).
Probabilitas kemenangan di dua laga nanti, jauh lebih memungkinkan, ketimbang saat ‘match’ ke-1, dan ke-2 yang telah usai, 6 dan 10 September lalu di Jeddah dan Jakarta.
Kemenangan terhadap keduanya, akan memperlicin impian ‘primitip’ (lama) Indonesia melenggang ke kejuaraan empat tahunan, dan paling prestisius itu.
Kalahkan China-Bahrain di ‘home and away’, Indonesia akan lolos ke ‘World Cup’. Kekalahan China 0-7 atas Jepang, dan 1-2 oleh Arab Saudi. Cukup meyakinkan STY, memenangkan pertandingan melawan China di kandangnya.
Sementara Bahrain. Tidaklah lebih istimewa dibanding Arab Saudi dan Australia. Sekalipun, dalam empat ‘match’ (sejak 2004), Bahrain memenangkan tiga pertandingan, dan Indonesia mengalahkan negara Dewan Kerjasama Teluk (GCG) ini, satu kali. Skuad Timnas Indonesia saat ini, sangat berbeda.
Hasil ‘draw’ 1-1, dan 0-0 dalam dua, dari 10 laga yang akan dilakoni, hingga Juni 2025 mendatang. Setidaknya telah membuat lawan yang ‘grade’nya lebih rendah dari Arab Saudi dan Australis, mengukur ulang kekuatan Timnas Indonesia. Mereka akan lebih waspada.
Betul, Bahrain mampu mengalahkan Tim peringkat 25 FIFA (Australia) 1-0. Namun, kekalahan Australia atas Bahrain, lebih pada faktor ‘sial’ dan lengah di detik-detik terakhir “playing game”. Itupun adalah Gol bunuh diri Harry Souttar di ‘injury time’ (menit 89) ke gawang Maty Ryan.
Statistik pertandingan Tim peringkat 80 (Bahrain), terlihat jelas dibanding peringkat 25 FIFA ini (Australia). Bahwa Bahrain, tidak lebih baik dari Australia. Dengan penguasaan bola sebanyak 72 persen (Australia) berbanding 28 persen (Bahrain), serta ‘shoot on target’ 4 berbanding 1, dan operan bola 508 (Australia) berbanding 210 (Bahrain), maka Bahrain sangat mungkin untuk dikalahkan.
Karena itu, perubahan revolusioner SDM Timnas Indonesia saat ini, diharapkan mampu menghasilkan ‘output’ yang akan mengejutkan tim-tim di Group C. Termasuk Bahrain dan China.
Dengan masih minus calon naturalisasi Mees Hilgers (Liga Utama Belanda FC Tweente) dan Eliano Reijnders, Timnas Indonesia sesungguhnya membutuhkan ‘substitute’ yang setara bagi Justin Hubner, Rizky Ridho, Jordi Amat di medio Oktober nanti.
Begitu pula keberadaan mendesak Eliano Reijnders Lekatompessy (depan), berbarengan dengan Hilgers. Raffael Struick membutuhkan sekondan yang ekual sekelas Reijnders.
Bila di bulan Oktober ini, proses naturalisasi mereka rampung, maka keduanya sudah bisa dimainkan melawan Bahrain dan China. Ini akan makin memenawankan pola main Timnas di mata peserta Group C lainnya.
Antusiasme penonton, pun akan terpacu, lewat sepak bola indah ber-ala Eropa yang enak ditonton. Sepak bola pada dasarnya adalah “arts” yang cantik dan menghibur.
Pada prinsipnya, Timnas Indonesia saat ini, sudah sangat ‘kaya’ dengan pemain-pemain bertahan berkualitas. Keberadaan Jay Idzes (Venezia/Serie A Italia), akan nampak perfeksionis bila diduetkan dengan Hubner dan Hilgers.
Selepas Oktober, tanggal 14 November, Indonesia sudah ditunggu Jepang di ‘leg’ pertama. Lalu 19 November ‘leg’ 2 di Jakarta melawan Arab Saudi. Bila memang target Timnas meraih mimpi ‘primitip’ (mimpi lama) lolos Piala Dunia.
Maka, kedatangan penyerang Kevin Diks Bakarbessy (FC Copenhagen/Liga Super Denmark), Ole Romeny (FC Utrecht), Jairo Riedewald (Royal Antwerp), Mauro Zijlstra (FC Volendaam), harus diupayakan sudah masuk ‘line up’ saat melawan Jepang dan Arab Saudi.
Produktifitas dan ‘finishing touch’ Timnas, perlu di-daurulangkan, dengan mendapatkan penyerang haus gol, lewat Riedewald, Romeny, Zijlstra, dan Diks.
Penting untuk memastikan kemenangan demi kemenangan di delapan pertandingan sisa kualifikasi. Zona nyaman hasil draw, sudah tidak boleh lagi. Tinggalkan!
Sebab, setidaknya Indonesia membutuhkan 15-18 point untuk mengamankan diri masuk dua besar (lolos langsung). Atau maju ke putaran ke-4 bersama lima tim lain, untuk berebut dua tiket.
Dalam mendapatkan 15 point, Indonesia memerlukan empat kemenangan dan satu draw lagi. Dengan begitu jumlah poin menjadi 15. Tentu, bila lebih dari 15, akan semakin ‘safe’.
Catat! Kemenangan dan cita-cita masuk ke Piala Dunia 2026, atau 2030, tidak bisa hanya mengandalkan kemujuran semata. Berharap pada kemujuran, pasti akan kecewa. Menuju Piala Dunia, lewat naturalisasi berkualitas, adalah salah satu opsi.
Karena itu, percepat kedatangan: Romeny, Riedewald, Diks, dan Zijlstra, agar barisan depan Timnas Indonesia, makin tajam dan haus akan gol. Setelah hujan, langit akan terang. * (Syam) – Foto: Istimewa