Penulis: Sabpri Piliang – Wartawan Senior
Jakarta, Media-profesi.com – Hampir saja saya berpindah warganegara. Dari Indonesia, ke Australia (naturalisasi). Tahun 1991, seorang sahabat ‘journalist’ korensponden “EDITOR Magazine” di Brisbane (Queensland). Menawari, untuk tinggal menetap dan bekerja di sebuah rumah sakit, di Australia. Tentu tawaran menarik! Mengubah nasib.
Mengisi formulir, dan melengkapinya dengan dokumen-dokumen. Sebelum ‘fixed’ menetap di Benua Kanguru ini. Kira-kira, prosesnya mirip dengan naturalisasi dua pemain ‘grade A’ Liga Utama Belanda FC Tweente Mees Hilgers, dan Eliano Reijnders Lekatompessy (PEC Zwolle), yang kini tengah berjalan..ha..ha..ha
Tahukah! Perpindahan (migrasi) dari satu negara ke negara lain, untuk bisa lebih baik. Bukan hanya dilakukan oleh “benda hidup”, seperti yang dilakukan oleh saya, atau Mees Hilgers dan Eliano Reijnders.
Benda ‘mati’, atau federasi sepak bola, pun juga melakukan migrasi. Federasi Sepak bola Australia yang sesungguhnya berada dalam Oceania Football Confederation (OFC), sejak 1 Januari 2006. Resmi menjadi anggota ke-46 Asian Football Confederation (AFC).
Perpindahan yang dilakukan Australia, karena perlakuan “tidak adil” jatah Piala Dunia. Terhadap konfederasi Tim berjuluk ‘The Socceroos’ bernaung. OFC adalah, satu dari enam konfederasi yang berada di bawah Federasi Sepak bola dunia (FIFA).
OFC hanya mendapat jatah setengah (0,5) ‘kursi’, meminjam terminologi untuk keterwakilan di parlemen. Arti 0,5? Setiap juara Kualifikasi zona Oceania, tidak otomatis lolos ke Piala Dunia.
Mereka harus melakukan “play off”, atau berebut tiket terakhir dengan tim rangking lima zona Amerika Selatan, atau terkadang dengan zona lainnya.
Tahun 1986, Australia gagal di “play off”, setelah kalah 0-2 di ‘leg pertama’ dan ‘draw’ 0-0 oleh Skotlandia, di leg ke-2. Dengan agregat 0-2, Australia mengubur mimpi. Kegagalan berlanjut di 1994. Kali ini, Australia disungkurkan Argentina dengan agregat total 0-1 (draw 0-0 leg pertama, dan kalah 0-1 di leg 2).
Mimpi Australia untuk tampil mewakili zona Oceania kandas lagi untuk ketigakalinya (1998). Bertanding dalam “play off”, Australia ‘terbanting’ oleh Iran. Sekalipun agregat sama kuat 3-3, namun Australia hanya memasukkan 1 gol untuk ‘draw’ 1-1 (tuan rumah/leg 1), dan kemasukkan 2 gol untuk ‘draw’ 2-2 saat melakukan tandang (leg 2 di Iran). Walau ‘equal’, Iran lebih produktif di kandang. Iran lolos.
Lagi-lagi, kandas di tahun 2002. Menang 1-0 leg satu di Melbourne (Australia), sayangnya dibantai 0-3 saat bertandang ke markas Uruguay di Montevideo. Agregat 1-3, membuat Australia frustrasi.
Sebagai Timnas terkuat di zona Oceania, di samping: New Zealand, Fiji, New Kaledonia, Fiji, Guam, Tonga, Samoa, dan negara kecil di Pasifik lain, Australia merasa tidak nyaman dengan regulasi itu. FIFA dianggap memandang “sebelah mata”, terhadap kemajuan Sepak bola di Oceania (OCF).
Sinar terang Australia, setelah bergabung dengan konfederasi Sepak bola Asia (AFC), pun gemerlap (2006). Lolos di lima kesempatan berurutan “World Cup” (Piala Dunia); 2006 (Jerman), 2010 (Afrika Selatan), 2014 (Brasil), 2018 (Rusia), dan 2022 (Qatar), Australia terasa perkasa dan ‘nyaman’ berada di rumah baru, ‘rumah Asia’. Rumah Oceania terasa ‘sunyi’, dan selamat tinggal selamanya.
Walau sesungguhnya, ‘madu’ manis Oceania pernah dirasakan, saat Australia lolos Piala Dunia 1974 (Jerman Barat). Namun, Australia melihat pertumbuhan Sepak bola Asia, serta jatah Asia yang lebih banyak, menjadikannya migrasi ke Asia.
Australia memang bertekad menciptakan dua ‘hattrick”, atau lebih kurun berada di zona Asia. Setelah lima kali berturut-turut lolos ke Piala Dunia bersama AFC, asuhan ‘coach’ Graham Arnold ini, ingin ikut di kali ke-6 (Piala Dunia 2026). Dua terbaik dari Group C yang juga terdapat Indonesia. Australia berharap lolos langsung.
Sayangnya, gol Abdulla Alkhalisi (Bahrain) di menit ke-89, membuat Aidem O’Neill-Craig Goodwin dkk (Australia) harus tersungkur di leg pertama Group C, 0-1, di Robina Stadium, Gold Coast (Queensland).
Bahrain yang bermain di kandang tuan rumah Australia, sangat solid, jatuh dan bangun bertahan dari eksplosifitas serangan Australia. Gempuran bertubi-tubi Australia, mampu dimentahkan oleh penjaga gawang Ebrahim Lutfalla (Bahrain) dengan permainan ‘ciamiknya’.
Bahrain (rangking 80 FIFA) sadar betul dengan kekuatan lini serang rangking 24 dunia (Australia). Lini Pertahanan Bahrain yang dikoordinir Amine Benaddi dan Sayed Baqer, mampu mementahkan lini serang Australia, dengan motor Martin Boyle dan Craig Goodwin.
Kini tentunya. Giliran Indonesia yang ingin memetik angka penuh, dengan mengalahkan Australia. Selasa (10 September) lusa di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Jay Idzes dkk akan menjajal Australia di leg pertama Kualifikasi Piala Dunia Group C.
Menahan draw 1-1 langganan enam kali (sejak 1994) kepesertaan di Piala Dunia (Arab Saudi), adalah salah satu modal Indonesia untuk mengalahkan Australia. Terlebih, lini pertahanan dengan Komando pemain Serie A Italia Jay Idzes (Venezia), bisa meniru cara Bahrain mempermalukan Australia.
Modal lain yang dipunyai anak-anak Garuda adalah, pernah mengalahkan Timnas U-23 Australia (1-0) di Piala Asia (Qatar) April lalu. Cara Bahrain menumbangkan timnas yang terletak di sebelah Selatan Indonesia ini, bisa dilakukan. Terlebih, hampir 90 persen ‘line up’ Timnas U-23, adalah anggota timnas senior saat ini.
Pelatih Kepala Timnas Indonesia Shin Tae Yong, dan pelatih ‘striker’ Yeom Ki-hun, tentu sudah mempelajari video ‘match’ Bahrain vs Australia (6/9) lalu. Yang terpenting, hindari bermain egois yang membuat peluang matang untuk gol, menjadi gagal.
Raffael Struick yang pandai mencari posisi, Ragnar Oratmangoen yang piawai mengobrak-abrik lini pertahanan lawan. Serta kemampuan Thom Haye dan Ivar Jenner memberi umpan “manja” kepada striker, tidak boleh terbuang percuma.
Sementara peran Nathan Tjoa-A-On, yang punya kemampuan bermain satu-dua dengan Witan Sulaeman, akan menjadikan serangan Indonesia ke gawang Australia lebih terstruktur.
Para pemain Indonesia diibaratkan, seperti orang yang sedang mengukur sebuah ruang, dalam pelajaran ‘trigonometri’, stereometri, dan geometri. Gol yang nanti diciptakan, akan berasal dari satu proses serangan yang rapi. Layaknya orang yang tengah menggambar.
Saya yakin, kemenangan atas Australia, Selasa depan, akan memberi kepastian Timnas Indonesia, setidaknya berada di posisi tiga atau empat Group C. Sebagai syarat untuk bisa ikut dalam enam Tim di putaran ke-4.
Apalagi, dalam dua pertandingan di bulan Oktober mendatang, Indonesia melawan Bahrain (10 Oktober) dan China (15 Oktober), dua naturalisasi baru: Mees Hilgers dan Eliano Reijnders sudah bisa dimainkan.
Teringat kata bijak zaman Dinasti Tang di Tiongkok (618-903 M). “Lautan teramat luas, dan ikan-ikan berlompatan”. Kinilah saat Timnas Indonesia terbang dan melompat, tidak lagi ‘inferior’ seperti masa lalu. Masa, di mana pesimistis menjadi pakaian badan.
Indonesia Pasti bisa mengalahkan Australia. * (Syam/Pra) – Foto: Istimewa