Penulis: Sabpri Piliang – Wartawan Senior
Jakarta, Media-profesi.com – SEJUTA cara menjadi bangsa besar. Satu cara menjadi bangsa yang disegani. Tegas terhadap korupsi.
China, juga Jepang telah membuktikan keduanya. Korupsi di China, tak ada ampun (“Si Xing Tan Guan”). Jepang lebih “patriotis”. Memilih “jisatsu” (Harakiri).
Inilah rahasia kekuatan keduanya. Jepang dan China, menjadi bangsa yang efektif dan efisien. Kemakmuran yang tersebar, karena konsep “in-efisiensi” betul-betul dijauhi.
Sebagai kekuatan ekonomi ke-2 (China), dan kekuatan ekonomi ke-3 (Jepang), mereka kini tengah berhadapan dengan kekuatan ekonomi nomor 1 (AS). Tarif Trump mengguncang dunia.
Bergeming! China tidak “mengemis” pada Trump, yang memberi tarif minimal 145 (245) persen. Bandingkan! Trump memberi tarif 24 persen untuk produk ekspor Jepang ke AS. Mengapa berbeda jauh?
Ketegasan Xi Jinping (Presiden China) dan Shigeru Ishiba (PM Jepang). Serta daya tahan, dan kemakmuran China dan Jepang. Membuat diplomasi China + Jepang versus AS menjadi ‘equal’.
Kita telah banyak mengulas China. China yang tergabung dalam aliansi ekonomi BRICS bersama Rusia dan Brasil (11 negara), punya banyak market.
“Tarif Trump”, menjadikan popularitas China bertambah kuat. China menjadi tempat bergantung yang regional Asia, sementara AS akan ditinggalkan. Jepang cemas?
Jepang dan AS, yang keduanya berada dalam satu kutub ideologis pasca-Hiroshima dan Nagasaki. Tentu khawatir. Tarif Trump, akan menjadikan China sebagai alternatif AS.
Sementara, Jepang sulit untuk bersikap pragmatis terhadap AS. Tidak akan mungkin Jepang “menghardik” atau sinis pada AS. Historical pasca Perang Dunia antara keduanya, menjadikan Jepang harus bicara baik-baik pada Trump.
Dampak “Perang Dagang” (Perang Tarif) yang dicetus Donald Trump sejak 2 April lalu. Kini mulai terasa. Bahkan oleh AS sendiri.
Rantai pasokan barang, akibat lanskap perdagangan yang terfragmentasi. Mulai terlihat. Jumlah kapal pengangkut barang di Pelabuhan Los Angeles (AS), turun hampir sepertiganya (minggu depan). Ini “year on year”, bila dikomparasikan pada periode yang sama tahun lalu.
“Financial Times” bahkan melaporkan, pemesanan peti kemas dari China ke AS turun sebanyak 45 persen di pertengahan April ini (year on year) dengan 2024.
Kondisi ini akan merugikan konsumen AS. Karena kenaikan harga barang tak terhindarkan. Resesi ekonomi AS pasti terjadi, dan akan menjalar ke seluruh kawasan (termasuk Asia).
Tarif yang dikenakan sebesar 145 persen (China). Plus pajak perbatasan 10 persen (berlaku untuk semua negara), menjadi bumerang bagi AS sendiri. Terutama dalam konteks AS-China.
Perang dagang “ala” Trump tidak akan banyak menyulitkan China. Sementara Jepang lebih mengkhawatirkan turunnya pengaruh ekonominya dikawasan Asia. China menjadi “harapan” Asia.
Sejumlah analis optimistis, target pertumbuhan ekonomi China akan tercapai seperti rencana semula. Target 5 persen tak akan meleset. Sementara rak-rak barang di AS akan kosong.
Siapa yang rugi! Siapa yang untung dalam perang dagang ini! Kosongnya rak-rak di industri distribusi dan ritel AS, juga kawasan lain. Menjadikan PHK sebagai satu pilihan. Resesi adalah konklusinya.
AS, China, dan Jepang. Siapa yang paling tahan? Kita saksikan bersama! * (Syam) – Foto: Istimewa